Inovasi Guru – Bagi para pelaku bisnis, terutama yang baru saja memulai usahanya, mendapatkan modal adalah sesuatu yang susah-susah gampang. Jika memang sudah memiliki dana sendiri (berupa tabungan atau hasil penjualan aset dll) tentu saja tidak perlu bingung. Pengusaha yang memiliki akses bank juga bisa mengajukan pinjaman sebagai modal usaha. Sayangnya masih banyak pengusaha pemula yang tidak memiliki keduanya.
Saat industri fintech mulai berkembang di Indonesia, masalah permodalan pun satu per satu mulai mendapatkan pencerahan. Banyak startup peer-to-peer lending mulai bermunculan dan memberikan kemudahan kepada siapapun yang tidak memiliki akses perbankan konvensional. Cara kedua adalah dengan crowdfunding alias pendanaan massa.
Mengenal Crowdfunding
Berbeda dengan peer-to-peer lending yang berupa pinjaman yang harus dikembalikan suatu saat, crowdfunding banyak dipilih oleh para pengusaha dengan alasan mengumpulkan dana tidak harus selalu bergantung pada profitabilitas dan cash flow perusahaan.
Crowdfunding biasanya dilakukan lewat kampanye kepada sekelompok orang yang memiliki ketertarikan dan kepercayaan kepada ide yang ditawarkan oleh si pencari modal. Lewat metode ini, semua pengusaha termasuk perusahaan rintisan bisa mendapatkan kesempatan memperoleh pendanaan tanpa melalui proses track history (pembedahan atau pemeriksaan tentang usaha yang dijalankan).
Jadi pada dasarnya, crowdfunding adalah lebih tentang story telling ketimbang data-data berupa angka. Lantas apa yang didapatkan oleh pemberi dana dari keikutsertaannya dalam crowdfunding?
Crowdfunding sendiri ada beberapa macam. Yang pertama adalah equity crowfunding dimana pemeri dana akan diberikan saham di perusahaan yang mendapatkan dana darinya. Kedua, Donation Crowdfunding yang sifatnya seperti donasi. Alih-alih sesuatu yang berupa materi, si pemberi dana akan mendapatkan rasa bangga dari proyek yang ia danai. Terakhir ada Debt Crowdfunding yakni pendanaan berbasis utang. Jadi si pemberi dana berhak menerima bunga atau keuntungan dari si penerima dana. Beberapa perusahaan yang menggunakan sistem Debt Crowdfunding antara laun Cruch Base dan Lending Club.
Crowdfunding di Indonesia
Kickstarter, Crowdfunder dan Rockethub mungkin adalah nama situs crowdfunding Indonesia yang sudah tak asing di dunia. Di Indonesia sendiri sebenarnya crowdfunding belum sepopuler peer-to-peer lending. Namun tak bisa dimungkiri bahwa dalam beberapa tahun ke belakang, startup fintech berbasis crowdfunding mulai bertumbuh pesat.
Salah satu yang terbesar saat ini adalah Amartha.com. PT Amartha Mikro Fintek atau Amartha adalah salah satu perusahaan teknologi finansial peer-to-peer lending yang ada di Indonesia. Perusahaan tersebut menyediakan situs web yang menghubungkan pendana dalam melakukan pendanaan usaha mikro dan kecil di Indonesia
Amartha didirikan oleh Andi Taufan Garuda Putra pada bulan April 2010 sebagai Lembaga Keuangan Mikro (LKM) dengan badan hukum Koperasi Amartha Indonesia, tujuannya adalah memberi akses keuangan bagi masyarakat pedesaan yang tidak terjangkau oleh bank agar dapat mengembangkan usahanya.
Pada 2009, Taufan memulai pilot project di Kecamatan Ciseeng, Kabupaten Bogor. Ia memulai Amartha berbekal uang pribadinya sebesar 10 juta rupiah. Pendanaan dari Amartha diberikan secara berkelompok dengan jumlah anggota 15 hingga 25 orang ibu rumah tangga.
Pada tahun 2015, Amartha secara resmi bertransformasi menjadi layanan P2P lending marketplace. Transformasi tersebut memungkinkan individu atau kelompok melakukan pendanaan untuk UKM yang mencari pinjaman.
Pada awal pendanaan, Amartha memberikan pinjaman sebesar 500 ribu rupiah per orang. Jumlah tersebut akan meningkat setiap tahunnya jika anggota berhasil membayar angsuran tepat waktu, hadir setiap minggu, dan tidak pernah ditanggung renteng. Tanggung renteng adalah penalangan bersama untuk anggota yang gagal bayar angsuran.